TATA KELOLA PEMERINTAHAN YANG BAIK
(GOOD GOVERNANCE)
Disusun Oleh : Ali Rofiq
I.
Pendahuluan
Istilah good
& clean gavernance merupakan wacana yang mengiringi gerakan reformasi.
Wacana good & clean gavernance sering kali dikaitkan dengan tuntutan akan
pengelolaan pemerintah yang profesional, akuntabel dan bebas dari korupsi,
kolusi dan neptisme (KKN). Pemerintahan yang bersih dari KKN adalah bagian
penting dari pembangunan demokrasi, HAM, dan masyarakat madani di Indonesia.
Reformasi yang
dimulai pada tahun 1998 memperjuangkan adanya
good governance and clean government. Tuntutan yang diajukan ini
merupakan reaksi terhadap keadaan pemerintah pada era Orde Baru dengan berbagai
permasalahan yang terutama meliputi pemusatan kekuasaan pada Presiden, baik
akibat konstitusi (UUD 45) maupun tidak berfungsi dengan baik lembaga teringgi
dan tinggi negara lainnya, serta tersumbatnya saluran partisipasi masyarakat
dalam memberikan kontrol sosial.
Lima Tahun
setelah dimulainya reformasi, keinginan untuk memperoleh good governace and clean government masih
jauh daripada dipenuhi. Berbagai kendala menampakkan diri dalam bentuk gejolak
politik, ekonomi, sosial budaya, hukum, pemerintahan, yang simpang siur dan
menimbulkan ketidakpastian yang bermuara pada keresahan dan letupan-letupan
yang membahayakan sendi-sendi kehidupan masyarakat.
Hubungan antara
good governance dan pembangunan berkelanjutan dapat dilihat dari sudut
kelembagaan dan dari sudut sikap sumberdaya manusianya.
II.
Permasalahan
1.
Memahami pengertian good governance
2.
Prinsip-prinsip good governance
3.
Pelaksanan good governance di Indonesia
PEMBAHASAN
1.
Memahami pengertian good governance
Dalam kamus, istilah “government” dan “governance” seringkali
dianggap memiliki arti yang sama yaitu cara menerapkan otoritas dalam suatu
organisasi, lembaga atau negara.
Government atau pemerintah juga adalah nama yang diberikan kepada entitas yang
menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan dalam suatu negara.
Perbedaan paling pokok antara konsep “government” dan “governance”
terletak pada bagaimana cara penyelenggaraan otoritas politik, ekonomi dan
administrasi dalam pengelolaan urusan suatu bangsa. Konsep “pemerintahan”
berkonotasi peranan pemerintah yang lebih dominan dalam penyelenggaran berbagai
otoritas tadi. Sedangkan dalam governance mengandung makna bagaimana cara suatu
bangsa mendistribusikan kekuasaan dan mengelola sumberdaya dan berbagai masalah
yang dihadapi masyarakat. Dengan kata lain, dalam konsep governance terkandung
unsur demokratis, adil, transparan, rule
of law, partisipatiof dan kemitraan.[1]
Good governace hanya bermakna bila keberadaannya ditopang oleh
lembaga yang melibatkan kepentingan publik. Jenis lembaga tersebut adalah
sebagai berikut:
a.
Negara
1. menciptakan kondisi politik, ekonomi, dan sosial yang stabil
2. membuat peraturan yang efektif dan berkeadilan
3. menyediakan public service yang efektif dan accountable
4. menegakkan HAM
5. melindungi lingkungan hidup
6. mengurus standar kesehatan dan standar keselamatan publik
b.
Sektor swasta
1. Menjalankan industri
2. Menciptakan lapangan kerja
3. Menyediakan insentif bagi karyawan
4. Meningkatkan standar kehidupan masyarakat
5. Memelihara lingkungan hidup
6. Menaati peraturan
7. Melakukan transfer ilmu pengetahuan dan teknologi pada
masyarakat
8. Menyediakan kredit bagi pengembangan UKM
c.
Masyarakat madani
1. Manjaga agar hak-hak masyarakat terlindungi
2. Mempengaruhi kebijakan
3. Berfungsi sebagai sarana checks and balances pemerintah
4. Mengawasi penyalahgunaan kewenangan sosial pemerintah
5. Mengembangkan SDM
6. Berfungsi sebagai sarana berkomunikasi antar anggota masyarakat.[2]
Kunci utama memahami good
governance, menurut Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI), adalah pemahaman
atas prinsip-prinsip yang mendasarinya. Bertolak dari prinsip-prinsip ini
didapat tolok ukur kinerja suatu pemerintah.
2.
Prinsip-prinsip good governance
a.
Partisipasi masyarakat
Asas partisipasi adalah bentuk keikut sertaan semua warga
masyarakat dalam pengambilan keputusan, baik secara langsung maupun melalui
lembaga-lembaga perwakilan yang sah yang mewakili kepentingan mereka.
Partisipasi menyeluruh tersebut dibangun berdasarkan kebebasan berkumpul dan
mengungkapkan pendapat, serta kepastian untuk berpartisipasi secara konstruktif.
Paradigma birokrasi sebagai pusat pelayanan publik seharusnya
diikuti dengan deregulasi berbagai aturan, sehingga proses sebuah usaha dapat
dilakukan dengan efektif dan efesien. Efesiensi pelayanan publik meliputi
pelayanan yang tepat waktu dan dengan baiya yang murah.[3]
b.
Tegaknya supremasi hukum
Asas penegakan adalah pengelolaan pemerintah yang profesional harus
didukung dengan penegakan hukum yang berwibawa. Kerangka hukum harus adil dan
diberlakukan tanpa pandang bulu, termasuk didalamnya hukum-hukum yang
menyangkut hak asasi manusia.
Tanpa di topang dengan
sebuah aturan hukum dan penegakanya secara konsekuen, partisipasi publik dapat
berubah menjadi tindakan publik yang anarkis. Publik membutuhkan ketegasan dan
keoastian hukum.
c.
Transparasi
Transparansi dibangun atas dasar informasi yang bebas. Seluruh
proses pemerintah, lembaga-lembaga, dan informasi perlu dapat diakses oleh
pihak-pihak yang berkepentingan, dan informasi yang tersedia harus memadai agar
dapat dimengerti dan dipantau
d.
Peduli dan stakeholder
Lembaga-lembaga dan seluruh proses pemerintah harus berusaha melayani
semua pihak yang berkepentingan.
e.
Berorientas pada consensus
Tata pemerintahan yang baik menjembatani kepentingan-kepentingan
yang berbeda demi terbangunnya suatu konsensus menyeluruh dalam hal apa yang
terbaik bagi kelompok-kelompok masyarakat, dan bila mungkin, konsensus dalam
hal kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur
f.
Kesetaraan
Semua warga masyarakat mempunyai kesempatan memperbaiki atau
mempertahankan kesejahteraan mereka.
g.
Efektifitas dan efisiensi
Proses-proses pemerintahan dan lembaga-lembaga membuahkan hasil
sesuai kebutuhan warga masyarakat dan dengan menggunakan sumber-sumber daya
yang ada seoptimal mungkin.
h.
Akuntabilitas
Para pengambil keputusan di pemerintah, sektor swasta, dan organisasi
masyarakat bertanggungjawab, baik kepada masyarakat maupun kepada lembaga-lembaga
yang berkepentingan
.
i.
Visi strategis
Para pemimpin dan masyarakat memiliki perspektif yang luas dan jauh
ke depan atas tata pemerintahan yang baik dan pembangunan manusia, serta
kepekaan akan apa saja yang dibutuhkan untuk mewujudkan perkembangan tersebut.
Selain itu mereka juga harus memiliki pemahaman atas kompleksitas kesejarahan,
budaya, dan sosial yang menjadi dasar bagi perspektif tersebut.[4]
3.
Pelaksanan good governance di Indonesia
Sejalan dengan prinsip demokrasi, partisipasi masyarakat salah satu
tujuan dari implementasi good governance. Keterlibatan masyarakat dalam proses
pengelolaan lembaga pemerintahan pada akhirnya akan melahirkan kontrol
masyarakat terhadap jalanya pengelolaan lembaga pemerintahan, kontrol
masyarakat akan berdampak pada tata pemerintahan yang baik, efektif dan bebas
dari KKN. Untuk mewujudkan pemerintahan yang baik dan bersdasarkan pada prinsip
– prinsip pokok good governnance.
Bagaimana kondisi good
governance di Indonesia? Berbagai assessment yang diadakan oleh lembaga-lembaga
internasional selama ini menyimpulkan bahwa Indonesia sampai saat ini belum
pernah mampu mengambangkan good governance. Mungkin karena alasan itulah
Gerakan Reformasi yang digulirkan oleh para mahasiswa dari berbagai kampus
telah menjadikan Good Governance, walaupun masih terbatas pada Pemberantasan
Praktek KKN (Clean Governance). Namun, hingga saat ini salah satu tuntutan
pokok dari Amanat Reformasi itupun belum
terlaksana.
Pengembangan good governance tersebut harus menjadi tanggungjawab
kita semua. Dalam kondisi seperti
sekarang, pemerintah, yang selama ini mendapat tempat yang dominan dalam
penyelenggaraan otoritas politik, ekonomi dan administrasi, sukar diharapkan
secara sadar dan sukarela, akan berubah dan menjelma menjadi bagian yang
efektif dari good governance Indonesia.
Karena itu pembangunan good
governance dalam menuju Indonesia Masa Depan harus dilakukan melalui tekanan
eksternal dari luar birokrasi atau
pemerintah, yakni melalui pemberdayaan civil society untuk memperbesar
partisipasi berbagai warganegara dalam peneyelenggaraan pemerintahan.
Kunci untuk menciptakan good governance menurut pendapat saya
adalah suatu kepemempinan nasional yang
memiliki legitimasi dan dipercayai oleh masyarakat.
III.
KESIMPULAN
Dengan memperhatikan berbagai kriteria yang dikaitkan dengan
pelaksanaan good governance dan telah
ditetapkannya berbagai kebijakan pembangunan berkelanjutan pada tingkat global,
regional, nasional, dan lokal, yang perlu dilaksanakan adalah evaluasi dari
berbagai peraturan yang ada dengan disandingkannya dengan kriteria good governance dan kebijakan pembangunan berkelanjutan.
Setiap perubahan sebagai tindak lanjut dari evaluasi perlu melalui
konsultasi publik seluas mungkin, baik dari sudut banyaknya unsur yang
dilibatkan maupun dari sudut jangkau daerah, sehingga perubahan tersebut akan
benar-benar dipahami. Selain daripada itu, sosialisasi setelah menjadi
peraturan sangat diperlukan untuk memantapkan penegakan hukumnya. Dalam
hubungan ini, peran media massa, baik cetak maupun elektronik, sangatlah
penting.
Badan Pembinaan Hukum Nasional dapat mengambil peran sentral dalam
upaya evaluasi tersebut, dengan bantuan sepenuhnya dari dunia perguruan tinggi.
IV.
PENUTUP
Demikian uraian makalah dari kami,mohon maaf apabila terdapat
kekurangan pada konteksnya, kesalahan penulisan, maupun kekurangan-kekurangan
lain. Kritik dan saran yang membangun masih kami perlukan untuk perbaikan
makalah kami di lain waktu.Sekian.
DAFTAR PUSTAKA
Mahfudz, Moh.
M.D., Hukum Dan Pilar-Pilar Demokrasi, Yogjakarta: Gamma Media Sukma,
1999
A. Ubaidillah
& Abdurrozak, Demokrasi Hak Asasi manusia, cet 3, Jakarta: ICCE UIN
Jakarta Indonesian Centre For Education Universitas Islam Negri Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2008
Hikam, Muhammad
AS, Demokrasi Dan Caiveil Society, cet 2, jakarta: LP3ES, 1999
[1] Mahfudz, Moh.
M.D., Hukum Dan Pilar-Pilar Demokrasi, Yogjakarta, Gamma Media Sukma,
1999
[3] Hikam,
Muhammad AS, Demokrasi Dan Caiveil Society, cet 2, jakarta: LP3ES, 1999
[4] A. Ubaidillah
& Abdurrozak, Demokrasi Hak Asasi manusia, cet 3, Jakarta; ICCE UIN
Jakarta Indonesian Centre For Education Universitas Islam Negri Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2008, hlm 178




0 komentar:
Posting Komentar